Tuesday, February 14, 2006

Ar-Rasyid: Kuburan Kita Yang Membisu

Abu Darda’ Tertawa

Manusia tenggelam dalam kelalaiannya,
Padahal roda kematian terus bergulir


Abu Darda’ tertawa.
Abu Darda’ heran menyaksikan gambaran kehidupan manusia
Abu Darda’ melihat celah-celah kelalaian
sebagai akibat dari parahnya ketamakan kepada dunia
yang menghalangi kesudahan yang mengerikan
yang menuai orang-orang lain disekitarnya

Padahal mereka tidak memiliki sedikit jaminan pun
Untuk menolak kesudahan yang mengerikan itu
Seandainya maut datang kepada mereka
Sebagaimana maut telah mendatangi orang-orang lain

Abu Darda penyayang, merasa kasihan
Rasa kasih sayang itu menggerakkannya untuk mencolek
Bahu orang itu dengan telunjuknya seraya mengatakan

Kasihan kamu,
Bagaimanakah dengan kamu
Bila telah dilakukan penggalian
Seluas empat hasta buat kamu


Hari Penuaian

Engkau tiada lain seperti tanaman
Yang telah menghijau
Saat itu engkau menjadi tujuan
Dari semua hama dan penyakit
Jika engkau selamat dari semua penyakit itu
Maka dipuncak usiamu itu
Engkau akan dituai


Yaitu dihari pekikan.
Ketika kening berkeringat
dan rintihan tidak pernah berhenti
saat nyawa berada dikerongkongan
saat seluruh tubuh menjadi dingin
saat rasa sakit kematian menguasai diri
tubuh melemah dan
pecahlah tangisan kaum perempuan

Mereka menangisimu karena sedih akan ditinggalkan olehmu
Dengan tangisan yang memilukan hati
Rintihan mereka bersahut-sahutan
Dan mereka mencurahkan air matanya
Bagaikan hujan yang lebat


Kemudian datanglah orang-orang yang menyingkirkan mereka
Untuk memandikanmu dengan segera

Mereka memandikanmu dengan segera dan tidak sabar.
Bila orang yang membawa air terlambat, mereka berseru
“Cepatlah! Kami mempunyai kesibukan yang lain!”

Maka janganlah engkau melupakan hari yang di saat itu
Engkau dibaringkan di atas kerandamu
Diusung oleh sekelompok orang di atas pundak mereka

Jika engkau saleh,
Saat itu engkau bergembira
Memekikkan kesenangan seraya berkata
“Dahulukan aku, dahulukanlah aku!”

Jika engkau tidak baik,
“Celakalah jenazahku,
kemanakah mereka hendak membawaku!”
Suaranya terdengar oleh segala sesuatu
Kecuali manusia.
Seandainya manusia dapat mendengarnya
Niscaya ia pingsan.

Hari tidur panjang

Ketika kedua malaikat mulai menanyaimu.
Baik bila engkau dulu baik.
Siksa bila engkau dulu durhaka.

Dan ulat-ulat terbangun oleh jeritanmu itu
Dan mereka mulai melakukan serangannya

Letakkanlah pipiku ke liang lahatku
Letakkanlah tubuhku
Dan baringkanlah ia pada tanah yang kotor

Bukakanlah kain kafan dari wajahnya
Dan tanamkanlah ia sedalam-dalamnya
Di dalam tanah

Jika kalian melihatnya setelah tiga hari
Niscaya kalian tidak akan mengenalnya
Bola matanya telah keluar
Dari kelopaknya ke pipinya
Dan kalian tidak mau menerimanya


Di sana hanyalah keheningan yang sempurna
Diiringi suara tiupan angin di atas gundukan tanah
Yang membisu.

Bila ada orang bertanya kepada kalian
Bagian manakah dari kedua pipimu yagn mulai hancur
Dan yang manakah di antara kedua matamu yang mulai membusuk?


Satu kuburan menjawab
Tiada yang tersisa selain dari batok kepalanya yang telanjang
Putih kelihatannya dan tulang yang telah rapuh


Kuburan lain menjawab
Mereka tidak dapat mengusir ulat-ulat itu dari wajahnya
Seakan-akan mereka bagaikan batang kayu
Yang tergeletak di dalam tanah


Atau suara kuburan lainnya
Mereka tidur dan tiada yang menyelimuti tubuhnya
Selain tanah
Dan tiada kemah yang menutupi tubunya
Selain kuburan

Sesungguhnya mereka telah kenyang makan
Dan telah hidup senang semasa hidupnya
Dan kini
Sesudah mereka lama makan dan bersenang-senang
Tibalah giliran mereka untuk dimakan


Wahai ahli kubur yang aku cintai
Sesudah masa senang dan gembira
Sesudah masa kesuburan dan kemakmuran
Dan sesudah masa senang dan hidup lapang

Sesudah ditemani oleh wanita-wanita cantik
Lagi menyenangkan
Dan sesudah ditemani oleh wanita-wanita pingitan

Kini kalian berada di dalam tanah
Di antara lapisan tanah dan bebatuannya.

Menunggu waktu yang sangat menakutkan
Yaitu waktu hisab dan catatan amal

Saudaraku, kematian adalah awal dari kehidupan abadi,
Bukan akhir dari segalanya.
Kematian adalah awal dari kehidupan yang sesungguhnya.
Sedangkan dunia ini adalah waktu persiapan.

Saudaraku, bersegeralah mempersiapkan bekal
Bekal untuk perjalanan yang panjang dan abadi.

(disadur dari: Kuburan Kita Yang Membisu, Pelembut Hati (Ar-Raqaiq), Muhammad Ahmad Ar-Rasyid)