Saturday, February 07, 2009

Kata dan Sejarah

Sejarah dipenuhi oleh kebiasaan para pelaku sejarah dalam memaknai kata. "Kata adalah sepotong hati," kata Abul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadawi. Kekuatan kata dibentuk terutama oleh muatan pikiran yang dikandungnya serta kadar emosi yang menyertai kat itu saat ia lepas dari mulut atau pena. Pikiran-pikiran yang kuat tersusun secara sistematis dan terekam secara jelas -- sejelas matahari dalam benak --, sudah pasti akan menemukan bentuk-bentuk ungkapannya sendiri yang unik dan mempesona saat ia meluncur dalam ucapan atau mengalir dalam tulisan.

Tetapi muatan pikiran yang kuat saja tidak cukup, diperlukan faktor lain yaitu kekuatan keyakinan. Keyakinan yang berupa emosi menggelora dan membuatnya seperti api yang membara atau gelombang yang membadai. Itulah yang membuat setiap jiwa yang berdiri di hadapannya terpesona dan semua akal yang menantangnya luruh tertunduk oleh kekuatan logikanya.

Jadi pemikiran adalah bagaikan air yang mengisi kendi kata-kata, sedangkan keyakinan dan emosi bagaikan ruh yang memberi kehidupan kepada kata itu. Maka ada kata yang lahir dan langsung mati, karena ia tidak memiliki ruh, walau terbalut dengan ribuan hiasan. Ada pula kata yang hidup abadi dalam sejarah, walau tampak sederhana, karena ia lahir dengan membawa ruh kehidupan.

Itulah sebabnya, kata merupakan salh satu indikator yang paling akurat untuk mengukur kadar keluasan wawasan dan kedalaman pengetahuan seseorang di satu sisi dan di sisi yang lain, warna dan jenis kepribadiannya.

Sumber kutipan:
"Pengantar: Tokoh, Kata dan Sejarah" oleh Anis Matta, dalam buku Haditsu Tsulasa oleh Ahmad Isa 'Asyur.